Connect with us

Jawa Timur

Mahasiswa di Tulungagung Tuntut Ketranparansian Pemerintah Dalam Pembangunan

Published

on

TULUNGAGUNG– Aksi massa yang melibatkan mahasiswa menimbulkan pertanyaan besar menggantung di langit Tulungagung setelah Aliansi Mahasiswa Tulungagung Indonesia (AMTI) menggelar aksi simbolik yang menyedot perhatian publik.

Dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Ada Apa dengan Tulungagung?” di Perempatan Tugu Kendang, puluhan mahasiswa ini secara terang-terangan menyuarakan keresahan mereka terhadap berbagai persoalan yang membelit daerah Tulungagung.

Aksi yang dikawal ketat oleh aparat kepolisian ini membawa tema besar yang menyentuh isu-isu krusial, di antaranya dugaan korupsi yang dinilai dibiarkan, pengawalan progres kinerja kepemimpinan baru di Tulungagung, serta penegakan hukum yang dianggap belum optimal.

Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Haidar, menjelaskan bahwa aksi ini adalah bentuk kritik konstruktif sekaligus pengawasan mahasiswa terhadap jalannya pemerintahan daerah.

“Kami ingin menyampaikan bahwa mahasiswa ingin membuka ruang aspirasi publik dengan mendukung kinerja pemerintah daerah dengan kritis,” tegas Haidar, menegaskan peran mahasiswa sebagai agen kontrol sosial.

Beberapa poin tuntutan utama yang digaungkan dalam aksi tersebut mencakup desakan untuk pengusutan tuntas oknum pejabat yang terlibat tindak pidana korupsi.

Selain itu, mahasiswa juga menuntut evaluasi terhadap kepemimpinan baru di Tulungagung agar lebih terbuka terhadap aspirasi publik, terutama dari kalangan mahasiswa daerah.

Penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu dan perlindungan hukum bagi masyarakat luas, termasuk hak untuk menyampaikan aspirasi publik, juga menjadi sorotan penting dalam aksi ini.

Ketua AMTI, Wahid Ilham, menambahkan bahwa aksi ini sekaligus menjadi deklarasi resmi pembentukan Aksi Selasar, sebuah gerakan mahasiswa yang berkomitmen untuk terus memantau kebijakan dan kinerja pemerintah daerah.

“Aksi ini sekaligus menjadi deklarasi resmi pembentukan Aksi Selasar, sebuah gerakan mahasiswa yang akan terus memantau kebijakan pemerintah daerah,” ujar Wahid Ilham, Rabu(7/5).

Meski berlangsung tertib dengan pengawalan ketat, aksi ini berhasil menarik perhatian warga yang melintas.

Beberapa di antaranya bahkan menunjukkan dukungan dengan memberikan simbol solidaritas, seperti mengacungkan jempol atau memperhatikan banner yang dibentangkan.

Aksi simbolik “Ada Apa dengan Tulungagung?” ini menjadi sinyal kuat dari kalangan mahasiswa bahwa mereka tidak akan tinggal diam melihat berbagai persoalan yang ada.

Tuntutan mereka menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk segera berbenah dan menjawab keresahan publik demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.(Hur)

Editor: Doni

Continue Reading
4 Comments

4 Comments

  1. Elise94

    Mei 24, 2025 at 3:31 am

  2. Anthony4832

    Mei 24, 2025 at 7:49 am

    Cool partnership https://shorturl.fm/XIZGD

  3. Dennis4721

    Mei 24, 2025 at 11:58 am

  4. Freya4934

    Mei 25, 2025 at 2:34 am

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

AKSI Simbolik AMTI : Tekankan Transparansi dan Cegah Represifitas APH di Tulungagung

Published

on

Tulungagung,- Minggu 31 Agustus 2025 — Asosiasi Mahasiswa Tulungagung Indonesia (AMTI) menggelar aksi simbolik di Tugu Bundaran TT sebagai bentuk protes terhadap ketidakjelasan fungsi legislatif daerah, dugaan penyelewengan pajak, dan meningkatnya tindakan represif aparat terhadap warga yang menyuarakan pendapat.
Deskripsi Aksi
Puluhan mahasiswa turun ke jalan dengan membawa spanduk dan banner berisi pesan protes, seperti:
1. mempertanyakan fungsi DPRD dalam keberpihakan kebijakan kepada rakyat kecil
2. penjegahan penyelewengan pajak rakyat oleh pemerintah daerah Tulungagung
3. APH stop brutalisme dan menjamin perlindungan hak berpendapat di muka umum

AMTI menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk kepedulian terhadap carut-marutnya pengelolaan kebijakan publik yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
Aksi dilakukan secara damai tidak ada tindakan anarkis. Selain itu, Ketua AMTI Roy Wahid memberikan pernyataan sikap resmi yang berisi tuntutan pembebasan aktivis yang ditangkap, penghentian represi aparat, evaluasi kinerja PEMDA dan DPRD, transparansi anggaran, serta jaminan perlindungan hak konstitusional warga.

Begitupun juga telah disampaikan Koordinator aksi FR menegaskan bahwa tindakan represif dan tertutupnya pengelolaan anggaran daerah telah mencederai prinsip demokrasi dan keadilan sosial. AMTI menilai DPRD tidak menjalankan fungsi kontrolnya terhadap pemerintah daerah, sehingga berpotensi melanggengkan praktik penyalahgunaan wewenang dan pengabaian aspirasi masyarakat kecil.

“Ini bukan sekadar aksi, ini pengingat bahwa rakyat masih peduli dan menuntut keadilan kepada rakyat kecil” ujar ketua AMTI tambahnya.

Aksi simbolik ini juga diwarnai dengan duduk melingkar, sebagai simbol bahwa rakyat akan terus mengawal jalannya pemerintahan meskipun suara mereka kerap diabaikan. Spanduk dan poster yang dibawa peserta aksi menggambarkan keresahan yang selama ini dirasakan warga: soal pengelolaan pajak yang tak transparan, peran legislatif daerah yang tak kunjung jelas, dan mencegah aparat terhadap demonstrasi sipil.

Harapannya, gerakan ini akan terus berlanjut hingga ada tindak lanjut konkret dari pemerintah daerah. (Ok)

Continue Reading

Berita

Tasyakuran Kemerdekaan RI Ke 80 Para Pengasuh Pesantren Meneguhkan NU Itu Pondok Pesantren Besar

Published

on

Tulungagung,- Kemerdekaan Republik Indonesia yang delapan puluh diperingati oleh para pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Tulungagung pada Selasa (26/8/2025). Mengambil tempat di Pondok Pesantren Al Hikmah Mlaten Kalangbret Kauman Tulungagung. Menurut pengasuh Pesantren Al Hikmah Mlaten, KH. Hadi Mahfudz bahwa tasyakuran kemerdekaan RI ke 80 dikemas dengan shilaturrahim para pengasuh pesantren di Tulungagung. Mereka tegak lurus pada intruksi PBNU nomer 3975. Yang telah hadlir adalah:

1. PPHM Sunan Pandanaran Ngunut
2. PP Alfattahiyyah Ngranti
3. PP Darul Falah Bendiljati
4. PP Darunnajah Bandung
5. PP Pampang Kamulyan Sambitan
6. PPHM Sunan Gunungjati Ngunut
7. PP Pesulukan Mojosari Kauman
8. PP Hidayatul Mubtadi’ien Ngunut
9. PP MIA Moyoketen
10. PP Ma’dinul Ulum Campurdarat
11. PP Jidarul Ummah Pakel
12. PP Putra Menara Al Fattah Mangunsari
13. PP Nurul Falah Boyolangu
14. PP Al Azhaar Kedungwaru
15. PP Al Falah Botoran
16. PP Subulussalam Plosokandang
17. PP Al Mahmud Gempolan
18. PP Al Fattah Podorejo
19. PP Miftahul Ulum Suruhan Lor
20. PP Miftahul Ulum Karangrejo
21. PP Darut Taqwa Beji Boyolangu
22. Yayasan Aswaja Besole
23. PP Al Istighotsah Panggungrejo
24. SMP Islam KH. Ahmad Bajuri PP Madu Campurdarat
25. PP Baitul Arifin Ketanon
26. PP La Tahzan Gondang
27. PP Al Falah Karangsari
28. PP Darul Hikmah Tawangsari
29. PPTQ Al Mannan Kauman
30. PPM Darul Akhwan Kendal- Gondang
31. PP.Darussyafaah Bulu besuki
32. PP. Ulumul Qur’an Plosokandang
33. pp Nurul Ulum Bendiljati Kulon
34. PP Afandi Wateskroyo Besuki
35. PPTIQ Al Fattah Tanggul Welahan Besuk
36. PP AL Hikmah Mlaten Kalangbret Kauman
37. PP. Nurul Ulum Sukoanyar
38. Yayasan Nurul Dlolam Tamban
39. PPHM Sukoanyar
40. PPTQ Darul Ilmi. Sembung
41. PP. Bustanul Furqon Blumbang Campurdarat
42. PP. Nuurul Qur’an, Sidorejo, Kauman,
43. Baiturrahman Balesono, Ngunut
44. LPI Al ishlah Kalituri Warung Boyolangu

Shilaturrahim berjalan lancar. Bersifat gayeng-gayengan. Tema dan pokok bahasannya seputar peran pengasuh pesantren dalam berkhidmad di NU.

Mereka berdiskusi dan berdedikasi jam’iyahnya. Tentang mengimplementasikan arahan pemimpin tertinggi, PBNU. Bagi mereka bermusyawarah untuk berkhidmah pada jam’iyah NU merupakan keberkahan. Dalam pengarahannya pada Selasa (26/8, Gus Hadi menasehati

“NU merupakan pondok pesantren besar sedangkan pondok pesantren merupakan NU kecil. Terkait hal tersebut maka para kyai pengasuh pondok pesantren dan para santri telah mengambil sikap dan jalan yang benar yaitu selalu bersikap tegak lurus mendukung garis garis dari PBNU.
Mengapa demikian? Karena dari dasar kesejarahan NU dibangun dan berdiri di atas pondasi pesantren,” nasehathya.

Di tempat yang sama, Pengasuh Pesantren Darus Salam Pampang Kamulyan Sambitan Pakel, Gus Thoha Maksum pada Selasa (26/8), menuturkan bahwa
PBNU merupakan rumah besar. Dan pondok-pondok merupakan tiang-tiangnya. Shilaturrahim ini merupakan khidmad para kyai dan santri untuk memilih sikap tegak lurus kepada arahan PBNU.

“Saya tegak lurus instruksi NU. Karena NU itu jalan para kyai,” tegas Gus Thoha.

Para kyai pesantren memandang bahwa NU bukan sekadar organisasi. Ia adalah gerakan ruhaniyah. Ia adalah rumah besar yang dibangun dari bilik-bilik pesantren. Dan pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan. Ia adalah jantung peradaban. (Ok)

Continue Reading

Berita

Tsalis dan 14 Murid MA Bina Insan Kamil Tuban, Tak Sekadar Bicara

Published

on

Tuban,- Di tengah riuh rendah alun-alun Tuban yang hari itu dipenuhi tenda, panggung, dan anak-anak berseragam pada Jum’at (29/8/2025), ada satu video yang membuat Bupati Tuban berhenti sejenak. Ia menonton. Diam. Lalu tersenyum. Video itu bukan karya sineas profesional. Bukan pula hasil editing studio mahal. Tapi isinya mengguncang.

Video tersebut karya murid MA Sains Bina Insan Kamil Tuban. Ia bernama Tsalis Magistra Brilianti. Judulnya sangat sederhana, Stop Bullying.

Namun ada cara yang indah dalam menyampaikan pesan. Narasi jernih, visual yang menyentuh, dan keberanian yang tak biasa. Karya Tsalis dinobatkan sebagai juara terbaik dalam Festival Anak Berani Bicara 2025.

Ia menerima Piala Bupati Tuban. Di tengah sorak-sorai, Tsalis hanya menunduk. Mungkin malu. Mungkin terharu. MA Sains Bina Insan Kamil Tuban memberi hadiah untuk madrasah.

Teguh Pambudi Agung, kepala MA Sains BIK Tuban, berdiri di belakang Tsalis. Ia tidak banyak bicara. Tapi kalimatnya cukup, “Ini anugerah dari Alloh Ta’ala. Alloh Ta’ala menginginkan Ananda lebih banyak belajar. Tetap rendah hati. Lanjutkan untuk peduli. Berkarya untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya bullying.” nasehat tegus.

Teguh tidak datang sendiri. Ia membawa 14 murid lain yang juga menerima medali dari Bupati. Mereka bukan pemenang utama. Tapi mereka berani bicara. Dan itu sudah cukup.

Yang menarik, Teguh juga membawa enam karya literasi muridnya: tiga antologi puisi, satu cerpen, dan dua novel. Semua diserahkan langsung kepada Bupati. Tidak untuk dipamerkan. Tapi untuk dibaca. Untuk direnungkan.

Festival menjadi titik kumpul kebersamaan. Diselenggarakan oleh Forum Anak Kabupaten Tuban dan Forum PUSPA.

Di tempat terpisah, Ketua Umum Yayasan Bina Insan Kamil Tuban, KH. Imam Mawardi Ridlwan menuturkan ada adab dan akhlak di saat para murid mengangkat tema bullying.

“Para murid MA Sains Bina Insan Kamil Tuban semoga berakhlakul karimah,” tutupnya (Ok)

Continue Reading

Trending