Berita
Hukum Dibungkam, Alam Menjerit: Dugaan Tambang Ilegal di Tulungagung Aliran Sungai Brantas Rejotangan Ngunut Dibiarkan Menggila, Aparat Tutup Mata
Tulungagung,- 6 Oktober 2025 Entah apa yang merasukimu nurani para penegak hukum dan pemerintah daerah Tulungagung. Di tengah derasnya sorotan publik dan gelombang aksi demonstrasi bertubi-tubi, aktivitas tambang pasir ilegal di sepanjang aliran Sungai Brantas, dari Kecamatan Rejotangan hingga Ngunut, justru kian menggila.
Pemandangan di lokasi membuat hati miris banyaknya mesin penyedot pasir dan ekskavator bekerja siang malam tanpa hambatan, seolah hukum tak lagi punya taring. Akibatnya, bibir Sungai Brantas melebar, tanah di tepiannya terus tergerus, dan ancaman erosi, sedimentasi, serta longsor kini nyata di depan mata warga.
Namun yang lebih menyakitkan, di tengah kerusakan yang kian parah, para penegak hukum dan pejabat daerah tampak memilih bungkam dan berpura-pura tidak tahu. Tidak ada tindakan tegas, tidak ada penertiban hanya kesunyian yang mencurigakan.
Ananta, korlap Pejuang Gayatri, tak bisa menahan amarah saat menyaksikan langsung tambang ilegal tersebut. Dengan nada tinggi berteriak di lokasi penambangan “Matanya itu di mana para penegak hukum atau pemerintah daerah? Apakah tidak punya pikiran waras? Ini alam mau dirusak atau mau diapakan! Jelas-jelas dugaan ini tambang ilegal, tapi dibiarkan. Jangan-jangan diduga ada aliran dana ke oknum aparat hukum hingga tambang ini bebas!”.
Ucapannya menjadi tamparan keras bagi para pemangku kebijakan yang selama ini terkesan menutup mata.
Dugaan kuat muncul bahwa ada permainan kotor di balik aktivitas tambang ini. Beberapa warga menduga, pembiaran ini bukan tanpa sebab. Diduga ada “angin segar” yang mengalir ke kantong oknum tertentu baik dari aparat maupun pihak pejabat daerah, sehingga operasi tambang terus berjalan tanpa hambatan.
Padahal, berdasarkan aturan, penambangan di area sempadan sungai merupakan pelanggaran berat yang berpotensi merusak ekosistem dan membahayakan warga sekitar. Namun di Tulungagung, aturan hukum seolah hanya jadi hiasan teks di atas kertas.
Lebarnya bibir Sungai Brantas kini bukan hanya simbol kerusakan alam, tapi juga luka moral bangsa ketika hukum tak lagi menegakkan kebenaran, melainkan menjadi tameng bagi kepentingan gelap. (Ok)